Laman

Sabtu, 06 Februari 2010

Kisah Panggilanku

KISAH PANGGILANKU

Bag. II

Setelah Aku menolak masuk seminari Palembang (walaupun aku sudah diterima di sana), aku berdiam di rumah. Awalnya aku tak tahu apa yang akan aku lakukan.Aku hanya bekerja membantu orang tuaku di rumah seperti bekerja di sawah,membuat batu bata dan menjadi kuli. Aku berpikir sungguh malang nasibku waktu itu. Itu semua karena kebodohanku.

‘Andai saja aku dulu mengikuti program beasiswa untuk kuliah atau berangkat ke seminari, nasibku takkan seperti ini’, pikirku waktu itu.

Namun aku tidak mau menyerah sampai di situ saja. Aku memiliki cita cita untuk menjadi orang yang berhasil. Banyak yang aku lakukan saat itu. Cita cita dan rasa optimisku benar benar luarbiasa. Namun semua itu sepertinya percuma belaka karena di tempatku sepertinya tidak ada sarana untuk mencapai cita citaku.

Kau pengen tahu apa cita citaku. Banyak sekali cita-citaku. Aku selalu tertarik pada banyak hal dan aku menginginkan itu semua. Aku ingin menjadi pemenang.Contohnya yaitu aku pengen jadi musisi (berlatih keras dengan cara apapun juga),aku pengen jadi penemu (sudah banyak percobaan kelas amatiran yang telah aku lakukan) dll. Sungguh mengenaskan.

Aku seperti kehabisan akal menghadapi hidupku saat itu. Aku benar benar lelah dan aku pengen seperti teman teman SMA ku yang lain. Menjadi orang yang memiliki masa depan yang cerah.Dalam situasi ini,aku mendapatkan tawaran untuk bekerja oleh saudara bapakku untuk bekerja di Server Pulsa di Tanjung Karang. Akupun menerima dengan senang hati. Ini adalah awal masa depan yang cerah bagiku. Aku bekerja di Triple PJP dengan sangat bahagia dan bangga walaupun gajiku kecil hanya 300.000 (untuk bulan pertama) dan selanjutnya hanya naik 100.000/bln,aku tak mengeluh. Aku mengatakan pada diriku sendiri bahwa aku harus bertahan untuk mendapatkan pengalaman. Setelah 9 bulan aku di bekerja di Triple PJP, Aku keluar karena aku ingin masuk kuliah. Aku tidak akan bisa kuliah jika aku tetap berada di sini. Kau pengen tahu alasannya?

Aku tuh bekerja di tempat itu sudah memiliki utang yang sangat banyak + 2.000.000 . Jadi aku kemungkinan besar akan sulit untuk mencapai target awal hidupkun yaitu kuliah. Walaupun gajiku sudah 1 juta.Akhirnya aku tinggalkan tempat itu dan pulang ke rumah.

Di rumah aku ditawari kerja oleh seorang suster di TK Fransiskus. Akupun sangat senang. Karena ia berjanji akan membantu aku untuk kuliah. Janjinya pun ditepati dengan memberiku tawaran bagus. Dia menawarkan kuliah di Bogor jurusan pertanian. Dia menjelaskan bahwa, ada seorang kenalan di Bogor yang akan menyekolahkanku. Orang itu akan menyekolahkanku di bidang pertanian. Awalnya aku ragu,karena pertanian menurutku adalah bidang yang sangat asing dan tidak memiliki nilai prestise. Tetapi karena keingintahuan atau rasa frustasiku,akhirnya aku menerimanya.

Di Bogor,ternyata aku harus bekerja di sebuah perusahaan. Awalnya aku kecewa karena tidak langsung kuliah. Namun si pemilik berjanji akan menguliahkan aku. Hari demi hari aku lewati namun tidak ada pembuktiaan janji dari si pemilik. Akhirnya,aku berinisiatif untuk mendaftar di suatu universitas tertentu. Aku harus melakukan itu karena aku berpikir inilah jalan satu satunya aku bisa kuliah. Aku akan membayar sendiri semua biaya kuliah dengan bekerja.

Saat keinginan untuk kuliah itu menggebu gebu, aku merasa ada yang janggal dalam hatiku. Padahal tujuan awalku hampir tercapai. Apalagi si pemilik juga mendukung aku. Ia juga mau membantu biaya kuliahku. Tapi ada sesuatu yang hilang dari hatiku. Hal itu sangat terasa ketika aku ke gereja suatu sore uintuk menghias bunga di gereja. ((Sekedar catatan: Di bogor,aku disuruh membantu merangkai bunga di gereja oleh sang pemilik perusahaan.)). Saat aku memasuki ruang gereja yang sepi karena tidak ada misa,aku merasa sangat nyaman dan damai. Hatiku tenang, tidak ada obsesi, tidak ada beban, dan serasa di rumah. Aku bahagia sekali saat itu. Itu adalah momen terindah yang pernah aku alami.

Tidak hanya sampai di situ, sewaktu aku mengikuti misa di Gereja pada hari minggu, aku mendengar suara yang memintaku untuk melayani Kristus. Suara itu seperti seruan di tengah orang banyak. Aku berusaha mencari asal suara itu namun tidak kutemukan sumbernya. Orang orang di sekitarku juga tidak mendengar suara tersebut. Suara itu terus menggema. Aku mendengarnya berkali-kali. Aku lupa bunyi suara itu. Namun suara itu memintaku untuk datang kepadanya. Setelah kejadian itulah, aku merasa batinku tidak tenang. Aku tidak lagi memiliki semangat untuk kuliah. Dan Aku menangis.

Beberapa minggu kemudian Aku tidak sengaja bertemu dengan temanku sewaktu SMA. Dia adalah adik kelasku. Awalnya aku tidak tahu siapa dia. Namun setelah dia menyapa diriku, aku ingat akan dirinya. Dia menjelaskan bahwa ia sekarang adalah seminaris Stella Maris. Aku kaget karena sebelumnya aku tidak tahu bahwa di Bogor ada seminari dan seminari itu juga terletak dekat dengan gereja tempat aku sering merangkai bunga dan mengikuti misa.

Pertemuan itu ternyata membawa dampak panjang dalam perjalanan hidupku selanjutnya. Pergolakan dalam batinku semakin besar. Satu batinku menginginkan aku tetap kuliah dan yang lainnya menginginkan aku untuk masuk ke seminari. Aku bingung setengah mati. Aku tidak bisa memecahkan masalah ini. Ini adalah masalah terberat yang pernah aku alami selama 19 tahun aku hidup di dunia ini. Pusing rasanya!!! Karena ketidakmampuanku, aku mencari jalan keluar dengan menanyakan sebuah pertanyaan dengan beberapa teman dan pacarku. Pertanyaan itu adalah :

Jika kamu harus memilih, manakah yang akan kamu pilih.? Hidup biasa seperti orang lain yaitu bekerja,berkeluarga,berkumpul bersama keluarga dan orang yang kamu sayangi atau Hidup jauh dari keluarga untuk melayani orang lain bahkan seringkali dihina dan dicaci maki demi orang lain serta kemungkinan besar harus melupakan segala hal yang berhubungan orang tuamu?

Banyak jawaban yang muncul,namun kebanyakan menjawab lebih baik hidup berkeluarga dan dekat dengan orang tua (Pilihan itu juga merupakan jawaban pacar saya). Namun ada juga yang menjawab lebih memilih hidup demi orang lain walaupun harus berpisah dengan orang tua ( Pilihan ini diambil oleh seorang teman –wanita—yang dulu pernah saya cintai dan ibu saya). Saya semakin bingung dan tidak tahu apa yang harus saya lakukan.



To Be Continueeeee........................................

Sabtu, 23 Januari 2010







FOTO FOTO GOKIL COYYYYYYYYYY


Kami Bertiga,Kamu Bertiga
(A. de Mello,SJ.Burung Berkicau.CLC)




Ketika kapal seorang Uskup berlabuh untuk satu hari di sebuah pulau yang terpencil, ia bermaksud menggunakan hari itu sebaik-sebaiknya. Ia berjalan-jalan menyusur pantai dan menjumpai tiga orang nelayan sedang memperbaiki pukat. Dalam bahasa inggris pasaran mereka menerangkan, bahwa berabad-abad sebelumnya penduduk pulau itu telah dibabtis oleh para misionaris.

“Kami orang Kristen…. “, kata mereka sambil dengan bangga menunjuk dada.
Uskup amat terkesan .apakah mereka tahu doa Bapa kami? Ternyata mereka belum pernah mendengarnya. Uskup terkejut sekali. Bagaimana orang orang ini dapat menyebut diri mereka Kristen, kalau mereka tidak mengenal sesuatu yang begitu dasariah seperti doa Bapa kami?

”Lantas ,apa yang kamu ucapkan bila berdoia?”

“Kami memandang ke langit .Kami berdoa: “Kami bertiga,kamu bertiga,kasihanilah kami.”

Uskup heran akan doa mereka yang primitif dan jelas bersifat bidaah. Maka sepanjang hari ia mengajar mereka b erdoa Bapa kami. Nelayan nelayan itu sulit sekali menghafal,tetapi mereka berusaha sebisa-bisanya. Sebelum berangkat lagi pada pagi hari berikutnya, Uskup merasa puas. Sebab, mereka dapat mengucapkan doa Bapa Kami dengan lengkap tanpa satu kesalahan pun.

Beberapa bulan kemudian, kapal Uskup kebetulan melewati kepulauan itu lagi. Uskup mondar-mandir di geladak sambil berdoa malam. Dengan rasa senang ia mengenang bahwa di salah satu pulau yang terpencil itu ada tiga orang yang mau berdoa Bapakami dengan lengkap berkat usahanya yang penuh kesabaran. Sedang ia termenung, secara kebetulan ia melihat seberkas cahaya di arah Timur. Cahaya itu bergerak mendekati kapal. Sambil memandang keheran-heranan, Uskup melihat tiga sosok tubuh manusia berjalan di atas air, menuju ke kapal. Kapten kapal menghentikan kapalnya dan semua pelaut berjejal-jejal di pinggir geladak untuk melihat pemandangan ajaib ini.

Ketika mereka sudah dekat,barulah Uskup mengenali tiga sahabatnya,para nelayan dulu.
“Bapak Uskup…….!” seru mereka.
“Kami sangat senang bertemu dengan Bapak lagi. Kami dengar kapal Bapak melewati pulau kami, maka cepat-cepat kami datang.”

“Apa yang kamu inginkan?” tanya Uskup tercengang-cengang.
“Bapak Uskup”,jawab mereka,
“kami sungguh-sungguh amat menyesal.Kami lupa akan doa yang bagus itu. Kami berkata: Bapa kami yang ada di surga,dimuliakanlah namaMu; daatanglah kerajaanMu……….lantas kami lupa.Ajarilah kami sekali lagi seluruh doa itu!”
Uskup merasa rendah diri : “Sudahlah , pulang saja, saudara-saudaraku yang baik, dan setiapkali kamu berdoa,katakanlah saja : Kami bertiga,kamu bertiga,kasihanilah kami.”

Apakah Hati Tercampak

Nama-Mu kami tulis di langit malam

Semarak kembang api seharga 5 juta

Ratusan ribu tangan terlipat dan bibir mengucapkan pinta:

“Dtanglah Kerajaan-u”

Warna-warni bersinar gemilang

Ribuan remaja memajang lukisan

tentang Kerajaan-Mu, Bapa.

Tentang cinta-Mu, Yesus.

Aneh,

Salib-Mu bukan lagi kayu berdarah

Tapi baja putih bertakhta lampu

Menyala mewah berkilau megah

Seharga 17 juta.

Cuma,

Nyeri menusuk sebuah Tanya:

Adakah hati tercampak

Pada jelata melata di Lumpur kemiskinan

Pada Nis,Nur,Jam,dan Sri

Gadis-gadis buruh penjual tenaga

Hanya untuk tiga ratus perak sehari.

Betapa hatiku tidak menangis

Di malam dingin Tomohon gerimis

Melihat kekayaan terbuang begitu gampang

hanya untuk sedetik

selera kepuasan diri

pada bangsa fana yang sia-sia

Apakah ini pralambang

Kerajaan-Mu datang?